Kel. Sutrahitu Pasang Panpel Larangan Membangun Di Atas Tanah Dati.

MALUKUTERCINTANEWS.COM, Pemasangan Panpel larangan membangun diatas tanah Dati oleh keluarga Sutrahitu, Kamis 4 April 2024 Pukul. 12:00 WIT tepatnya di depan lokasi usaha Syane Tan.
Pemasangan Panpel larangan ini berakar dari adanya masalah beberapa waktu lalu antara salah satu oknum pengusaha yang melakukan pembangunan dilokasi area pantai Hative Kecil, Kec. Sirimau Kota Ambon dengan masyarakat setempat karena akses jalan yang tidak diberikan oleh oknum pengusaha tersebut kepada masyarakat setempat.
Dampak dari permasalahan tersebut Keluarga besar Sutrahitu melayangkan surat somasi kepada Pemerintah Negeri yang di dalamnya ada sejumlah oknum yang juga termasuk dalam surat somasi tersebut yakni Pihak ASDP, Dinas Perhubungan, Pemerintah Kota Ambon, Oknum Pengusaha, Diler Toyota, dan pihak PLN.
Kuasa Hukum Frangki Lambertus Sutrahitu yang menangani masalah ini adalah Roos. J. Alfaris. SH. MH, dan Michael Akyuwen. SH.
Di temui di lokasi pemasangan Panpel Larangan tersebut Michael dalam wawancara dengan beberapa media pers mengatakan bahwa pihaknya sebagai Kuasa Hukum bersama klien-nya dan beberapa tokoh dari halong melakukan pemasangan Panpel Larangan di lokasi pembangunan milik oknum pengusaha sebagai larangan karena tanah tersebut merupakan Tanah Dati. Dimana tanah milik kliennya merupakan tanah yang di ketahui pemilikan-nya sejak tahun 1844 dengan mengantongi sejumlah dokumen asli.
“Tanah yang ada pada klien kita adalah tanah yang oleh pihak-pihak lain mengklaim bahwa tanah itu milik mereka, saya tegaskan bahwa batas administratif memang di Hative kecil tapi tidak menghilangkan batas dari negeri halong”, tegas Michael.
Michael juga mengatakan “Kita sangat menghargai tanda-tanda adat Negeri halong terkhususnya keluarga yang mempunyai Dati maka hari ini kita mengambil sikap karena sejak Februari tahun ini 2024 kita sudah memberikan somasi ke pihak-pihak tertentu tapi tidak ada balasan kecuali pemerintah Negeri Hative Kecil”, tuturnya.
Dikatakan juga bahwa pihaknya beritikad baik dengan cara somasi itu guna melakukakan mediasi, namun pada kenyataannya surat somasi itu tidak dihargai dan di duga pihak pemerintah Negeri tidak memberikan surat somasi tersebut kepada nama-nama yang tertera di dalam surat somasi, dimana ketika ditanyakan mereka tidak mengetahui tentang surat somasi tersebut.
“Untuk masalah lahan di Ibu Syane itu secara umum kepemilikan atas hak mereka itu belum jelas, sehingga kami dari pihak kuasa hukum klien kami, perlu mempertegas agar masyarakat juga bisa paham mana batas administrasi dan mana batas petuanan negeri. Dan kami juga memberikan kesempatan kepada siapa saja yang merasa tanah dan lahan yang di tempati adalah milik mereka, maka perlu kita uji dengan dokumen asli kepemilikan di pengadilan nanti”, jelas Michael.
“Butuh pembuktian sejak registrasi, dan lebih jelas lagi harus membuktikan surat – surat asli yang dari sejak zaman Belanda yang di keluarkan oleh Belanda. Untuk diketahui juga ada beberapa pemberian hibah kepada pihak-pihak terkait seperti PLN, SPBU, serta Bulog, yang merupakan hibah dari keluarga besar Sutrahitu”, sambung Michael.
Di akhir keterangannya Michael mengatakan bahwa sebagai kuasa hukum klien, kami pertegaskan bahwa jika terjadi perusakan atau menghilangkan Panpel Larangan yang kami pasang maka itu akan berurusan dengan hukum, karena itu perbuatan pidana yang akan kami bawa ke rana hukum dan berproses secara hukum pidana, jika di ketahui siapa pelaku pengrusakannya. (MTN03)