MALUKUTERCINTANEWS.COM, Kepala Pemerintah Urimessing Yohannes Tisera Melakukan Musyawarah Besar bersama Tokoh-tokoh agama, Kepala Saniri Negeri Urimessing beserta 8 anggota saniri, Para kepala Soa, kepala kampung, dan Fasilitator, yang akan memberikan pencerahan tentang hukum, tujuannya untuk bagaimana menyikapi persoalan di negeri secara utuh, guna mengembalikan citra negeri Urimessing, atas peristiwa yang terjadi, menyangkut tanah-tanah adat yang sampai dengan melakukan eksekusi, antara para pewaris-pewaris tanah di negeri Urimessing, bertempat di Kantor Desa Negeri Urimesing, Jumat (27/10/2023) Pukul 10:30 Wit.

Yang mana di jelaskan oleh ketua saniri negeri Urimessing Dr. Richard M. Waas, S.H., M.H, kepada wartawan seusai rapat mengenai hasil keputusan musyawarah, “Berdasarkan hasil keputusan yang kita keluarkan di hari ini, melalui musyawarah besar negeri Urimessing dalam konteks sebagai negeri adat, tentunya segala persoalan yang terjadi di negeri Urimessing dikembalikan kepada Hukum Adat.

Lanjutnya, “kita menghormati hukum positif, tetapi ada hukum adatnya yang mana merupakan bagian dari hak konstitusional, yang juga memberikan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat.

“Dengan demikian, maka kita melaksanakan musyawarah seperti ini, untuk menyikapi segala persoalan yang terjadi, dan dari hasil kesepakatan bersama, membuat beberapa keputusan, yang pertama adalah menyatakan Jozias Alfons dan keturunannya, bukan merupakan anak adat atau penduduk asli Negeri Urimessing”, Ungkap Richard.

“Dasarnya adalah bahwa, Jozias Alfons berasal dari Negeri Hatalai, atau berada di Soa Nusi Negeri Hatalai, yang mana Alfons ini juga merupakan bagian dari pada kepala soa di soa Nusi di negeri Hatalai, dan nantinya kita akan membuat surat edaran yang berisi tentang larangan untuk Jozias Alfons , melakukan segala aktivitas di atas 20 potong Dati, diluar dari pada objek sengketa, tandas Richard.

Dirinya juga mengatakan, ” terkait dengan kepemilikan 20 potong Dati, yang mana dalam Dali gugatan yang disampaikan oleh keluarga Alfons, yang menyatakan bahwa kepemilikan itu didapat dari hasil musyawarah saniri besar yang dilakukan pada tahun 1915, yang dipimpin oleh Leonard Loudewik Rehatta, yang memberikan kepadaJozias Alfons, dan disahkan pada tanggal 23/04/1923 oleh sekretaris Residen, dinyatakan batal.

Tambahnya, “Dengan demikian, berdasarkan hasil penelusuran dari saniri negeri maupun pemerintah negeri terhadap hal ini, di dalamnya ada bukti yang menyatakan bahwa Leonard Rehatta, itu bukan atau memerintah di negeri Urimessing, sebagai pejabat sementara itu pada tahun 1926, dengan logika hukumnya adalah, bahwa seseorang yang belum memimpin pada suatu pemerintahan, tidak berkewenangan membuat suatu keputusan.

“Itu yang menjadi dasar hukum kita, dalam rapat musyawarah ini yang menyatakan bahwa, penyerahan pada tahun 1915 adalah cacat hukum, sehingga di kemudian nanti kita akan terindikasi adalah bukti rekayasa, yang nantinya akan dilihat melalui proses-proses hukum, dan 20 potong Dati Estefanus Wattimena ada didalam pengawasan Negeri, dan akan di atur kemudian, terang Richard.

Dirinya berharap, kita selaku saniri negeri dan pemerintah Negeri tentunya dengan adanya peristiwa ini, kita berupaya untuk menata kembali, terkait dengan kepemilikan-kepemilikan Dati, baik itu Dati perorangan maupun Dari negeri, sehingga kita bisa menata kembali dan sekaligus akan membuat tim teknis yang dibentuk oleh saniri negeri, untuk melakukan pemetaan terhadap dati-dati secara keseluruhan di wilayah petuanan Urimessing, tutup Richard. (Tim)